Tuesday, December 19, 2006

Naif

Menjelang natal, suasana kampus semakin sepi saja. Kantin yang biasa dijejali banyak mahasiswa terlihat lenggang bak kampus mati. Pohon natal berkerlip di balik etalase student shop terkesan tak peduli dengan suasana ini. Christmas day, season greetings, new year, shoppings dan seabreg simbol-simbol kapitalis tiba-tiba menyeruak di depan mata. Esensi natal sebagai kelahiran Sang Pembawa Kasih dan Cinta seakan terkubur oleh tradisi konsumerisme brutal. Tahun baru sebagai tahun refleksi menjadi begitu naif karena dijenuhi dengan hingar bingar bahagia semu.

Bisakah kita meloncati libido materialisme, kemudian berkontemplasi dalam kedamaian spiritual? Lepas dari simbolisme yang penuh perangkap. Persetan dengan pelencengan makna hidup ini. Kasihan orang-orang papa yang harus menjadi batu-batu kecil yang terus dihempas oleh gelombang egoisme. Mereka dimarjinalkan oleh gaduh dunia yang dihiasi oleh genderang individualisme. Hilangnya empati dan kepedulian sosial merupakan akibat dari semangat egoisme yang menggelora. Semakin runtuhkah hakikat kemanusiaan seorang manusia? Sehingga sering manusia tidak dimanusiakan oleh manusia lain? Bahkan dinistakan dan dihewankan. Bila perlu menjadi daging korban bagi pemangsa-pemangsa culas.

Pemangsa-pemangsa ini sering memakai baju rohaniawan, baju politisi, baju orang bijak, dan baju dewa penolong yang mengaburkan pandangan objektif orang-orang papa marjinal ini. Mereka memanfaatkan kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan, dan keputusasaan para papa. Apa yang bisa membebaskan mereka dari cengkeraman para pemangsa? Kenapa citra agama begitu naif di tangan para pemeluknya? Kemana jargon "Tuhan cinta manusia", ketika orang-orang kaya justru berkubang dalam kepuasaan indivualismenya? Layaklah ketika Tuhan memperlihatkan kuasanya untuk meluluhlantakan semua berhala yang mereka sembah selama ini.

Meblbourne 20 Desember 2006

No comments: