Wednesday, December 13, 2006

Pisah


Tiga hari lalu aku dapat email dari Mbak Georgi bahwa dia harus meninggalkan Monash karena akan mengisi jabatan professor di Universitas Ballarat. Aku tersentak dengan hal ini. Ada perasaan bangga dan sedih menyatu yang tiba-tiba menyergap perasaanku. Bangga karena Mbak Georgi dipromosikan menjadi professor dalam bidang sosiologi pendidikan, dan sedih karena harus berpisah dengan Mbak Georgi yang selama ini banyak membantu dalam proses kandidatur.

Langsung saja aku jawab email dia seperti ini, " I read a sad email from you today, as you're leaving Monash..." Wuah sok melankolis! Tidak... tidak melankolis. Aku merasa sedih saja kalau orang-orang baik kemudian semakin berkurang dari garis edar hidupku. Ada kekhawatiran bahwa orang-orang baik akan menjadi makhluk langka di sekitarku. Aku minta kesediaannya untuk meluangkan waktu santainya dan minum kopi jam 10.30 pagi hari Rabu.

***

Hari ini aku janjian dengan Mbak Georgi untuk ngopi di Den, sebuah cafe mungil di bawah perpustakaan. Jam 10.30 pagi, aku bergegas ke kantornya di lantai tiga. Aku lihat pintu kantor ternganga sedikit. Sepertinya Mbak Georgi sudah menungguku. Aku ketuk pelan karena takut mengejutkan dia. Tak ada jawaban, aku ketuk sekali lagi. Dan suara Mbak Georgi pun terdengar, "Come in!!! Ah you're so quite!!. Let's have some coffee..." Aku lihat Mbak Georgi mengenakan kaus hitam dibungkus blazer warna hitam pula. Di lehernya terlilit kain syal warna violet. Aku mengangguk.

Kami berjalan bareng dari gedung nomo 6 menuju ke Den. Aku bilang ke Mbak Georgi kalau aku yang nraktir kopi. Dia pesan kopi late hitam, sedangkan aku pesan kopi late biasa. Kami duduk di luar cafe di deretan kursi dan meja yang berjajar sepanjang koridor. Mbak Georgi bercerita banyak mengenai hasil-hasil risetnya yang berkaitan dengan diaspora masyarakat Yunani di Australia. Ternyata masyarakat Yunani memiliki keterikatan luar biasa dengan tanah kelahirannya di Athena sana. Bahkan kebudayaan dan bahasa Yunani ditularkan secara setia oleh komunitas ini kepada generasi-generasi yang lahir di Australia. Sehingga identitas bangsa Yunani terjaga. Mereka terbiasa bercakap dalam bahasa Yunani di rumah dan bahasa Inggris di arena publik.

Melalui keluarga, sekolah, media massa, kebijakan politik, dan peran-peran tokoh sentral keturunan Yunani, bangsa ini berusaha menjaga siapa diri mereka sesungguhnya. Aku jadi teringat orang-orang Indonesia yang kebanyakan tinggal di benua ini. Orang Indonesia lebih suka berbicara dalam bahasa Inggris dengan anak-anaknya. Bahkan suatu ketika aku pernah bertemu dengan seorang ibu-ibu paruh baya yang bercakap dengan bahasa Indonesia namun dimedokin ala orang bule. Tak heran generasi muda Indonesia yang lahir di Australia sudah terlalu kaku, kalau tak boleh dikatakan tidak bisa, untuk berbicara dalam bahasa Indonesia. Inikah sebuah fenomena bangsa inferior yang terlalu cepat melukar jati dirinya. Atau mungkin aku salah menilai. Ah, negeriku sayang, negeriku malang!

Melbourne 13 Desember 2006

No comments: