Monday, May 01, 2006

Merenung 2 Mei


Dunia pendidikan di Indonesia ternyata memiliki ritualitas yang selalu dirayakan. Ritualitas yang terkadang melupakan esensi dan tujuan pendidikan itu sendiri, yakni "mencerdaskan kehidupan bangsa". Sebuah pertanyaan yang memenuhi ruang otak kita adalah, "Sudah lebih dari lima dekade bangsa ini merdeka, namun kenapa bangsa ini tak mampu menjadi bangsa unggul yang menatap dunia dengan ranah kecerdasan yang mapan secara emosional, intelektual dan spiritual?". Kita mungkin berharap bahwa bangsa ini adalah bangsa yang mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bukanlah bangsa kuli dan pengemis di atas bumi nan kaya bak rangkai mutu-manikam.

Trilyunan rupiah dana pembangunan digelontorkan pusat dan daerah atas nama komitmen terhadap keberlangsungan dan sustainabilitas bangsa besar ini. Namun ironis, proyek pembangunan masih saja terfokus pada domain fisik dan kasat mata. Bahkan kita sudah terlalu jengah dengan maraknya kebocoran dana pembangungan yang ditilep oleh para pejabat korup. Walhasil, pembangunan dunia pendidikan hanya dipandang sebelah mata.

Terbukti, secara fisik, banyak gedung-gedung sekolah yang ambruk padahal usianya belum genap sepuluh tahun. Secara kultural, banyak siswa dan mahasiswa kita justru melepas jubah intelektualnya. Anarkisme menjadi watak para insan akademis kita. Mereka tak malu lagi untuk saling lempar batu di depan kampusnya sendiri. Tak jarang diantara mereka melacurkan moralnya demi keuntungan materi. Secara profesional, para pendidik tidak lagi menjiwai profesinya sebagai pendidik. Guru atau dosen hanyalah cita-cita "paksaan" dan profesi "pelarian" ketika persaingan sudah semakin memuncak. Materialisme menjadi tuhan bagi mereka ketika profesi sudah tak lagi menjanjikan kebahagiaan. Secara sosial, institusi sekolah menjadi alat untuk menyekat masyarakat ke dalam sekat-sekat ekonomi dan starata sosial. Sekolah kaum borju dengan biaya selangit menjadi fenomena ganjil bagi bangsa ini. Sekolah menjadi agen fragmentasi sosial karena melahirkan elit-elit baru dalam kotak ekslusifisme.

Merenungi tanggal 2 Mei, maka layak bagi kita untuk merenungi nasib bangsa Indonesia ke depan agar sejajar atau bahkan lebih unggul daripada bangsa-bangsa lain di dunia ini. Semoga....

No comments: