Monday, February 11, 2008

Kisah Dua Kawanku

Pengajian Ahad Shubuh di Westall sebenarnya adalah buah karya kawan-kawanku. Maaf, aku masih ingin bercerita tentang betapa monumentalnya pengajian Ahad Shubuh di westall ini. Aku masih ingat pada bulan Ramadhan 2004 lalu (tak terasa sudah empat tahun berlalu) saat dua orang sahabatku, Ahmad Ayman Nasution dan Wisnu Wardhana memiliki ide agar diadakan i'tikaf, sahur, dan shalat Tahajjud bersama. Dua sahabatku ini memang memiliki semangat meramaikan masjid yang luar biasa. Bahkan pada hari-hari pertama kami mengadakan iktikaf, Ayman bersedia menyiapkan makanan sahur hasil racikannya untuk dinikmati di kala sahur bulan Ramadhan. Kawanku ini memang pandai sekali memasak. Sebagai provider hidangan sahur kadang bergantian dengan Wisnu yang juga tak kalah ingin menghidangkan sesuatu yang lezat. Jumlah jamaah tak begitu banyak pada awalnya. Saat itu jumlah yang hadir masih dalam hitungan jari tangan. Paling banter cuma 5 atau 6 orang saat itu. Namun sepanjang akhir Ramadhan suasana jadi semakin romantis. Namun semangat pengorbanan Ayman dan Wisnu adalah pilar yang tak bisa diabaikan dalam sejarah pengajian Shubuh ini.

Seringkali aku harus bersabar ketika baru lelap tertidur saat kaca jendela kamar tiba-tiba diketuk oleh dua sahabatku ini. Sering kali mereka menyambangiku pada jam 2 dini hari dan mengobrol hingga saat menjelang ke masjid untuk Tahajjud. Setiap mereka datang di tengah malam, aku merasa diingatkan tentang makna perjuangan meraih keikhlasan. Awalnya ada rasa dongkol dalam hati karena belum sempat mengenyam nikmatnya tidur setelah seharian harus menulis thesis doktoralku. Namun demi melihat senyum manis dua sahabatku ini, maka luluh lantak kedongkolan ini. Yang ada adalah rasa cinta kepada dua sahabat baikku ini. Cinta karena mereka rela mengorbankan waktunya untuk sekedar menciptakan moment bermesraan dengan Sang Maha Agung di kala manusia terlelap dalam mimpi indah! Gusti, semoga dua kawanku ini kau terima amalnya dan menjadi penjaga gawang akidah Islam di tanah rantau. Mungkin ini yang dimaksud oleh Rasul sebagai bentuk persahabatan yang dilandasai cinta karena Allah. Mudah-mudahan.

Kedua sahabatku ini berusia sebaya sama-sama awal 40an. Keduanya adalah pekerja yang rajin dan ulet. Seiring dengan perjalanan waktu, kami membangun persahabatan yang sangat kuat. Kami selalu menyempatkan ngopi, baik di rumah Ayman atau sekedar di shopping centre. Obrolan kami selalu berkenaan dengan masalah kehidupan, keluarga, dan Islam. Tak pernah sekalipun kami berceloteh tentang gossip murahan atau silau duniawi. Keterdekatanku dengan mereka berdua membuat orang bertanya tentang apa yang sesungguhnya terjadi. Bahkan tak sedikit yang menilai bahwa hubungan mereka dengan aku ibarat hubungan hamba dengan tuannya. Hubungan yang mungkin dipandang tolol karena dipandang bak penggembala yang mencocok hidung seekor kerbau. "Keterlaluan," gumamku sambil mendecak istighfar. Bahkan lebih parah lagi aku dituduh telah mencuci otak keduanya agar selalu menuruti perintahku. Ah, orang tak suka selalu ada dimanapun kita berada. Bahkan andai kita bersembunyi dalam lemari sekalipun, pasti akan menemui orang-orang yang tak menyukai kita. Aku jadi ingat kisah Lukman Hakim dengan anaknya yang berkeliling kota dengan seekor keledai. Apapun yang diperbuat Lukman dan anaknya, ada saja orang yang mencibir keduanya. Itulah hidup!!!

Persahabatan yang tak mungkin musnah meski aku tahu lilitan masalah begitu besar mereka derita saat itu. Dimana ada mereka, maka aku pun ada bersama mereka. Ayman sering saja mengajak jalan-jalan kemana-mana. Bahkan sempat kami ke melancong ke Sydney mengendarai mobil barunya. Aku memang tak pandai mengemudi mobil, makanya bisa kebayang betapa lelahnya dia mengemudi selama hampir 9 jam! Saat itu kebetulan ada undangan pernikahan di Dewey, Sydney . Aku diminta menjadi penghulu bagi pernikahan pasangan keturunan Arab Indonesia. Amboi, kampung Arab di Sydney! Satu hal yang selalu aku ingat pada pribadi Ayman ini adalah manja dan sensitif. Sungguh bertolak belakang dengan kebanyakan orang Medan yang tak mudah cengeng. Mungkin karena dia anak bungsu dan kurang kasih sayang.

Adapun Wisnu sendiri orangnya selalu berusaha serius. Tapi tak jarang keseriusannya menimbulkan kelucuan karena sering bukan pada tempatnya. Kami sering menggoda dia dalam mengucapkan huruf "r". Yang membuatku kagum awal bertemu dengan Wisnu adalah kekerasan hatinya untuk mengajak dua anaknya Chris dan Tamara untuk selalu ke masjid dan TPA. Saya kadang pergi dengan mereka sekedar memancing di Carrum atau Mornington. Kalau tidak memancing, maka kami jalan-jalan ke Wantirna Market, sebuah pasar loak yang cukup mengasyikan di pinggiran Melbourne. Lama tenggelam, tiba-tiba aku dengar Wisnu telah memutuskan untuk pindah ke Perth pada 1 Maret besok. Hal ini jelas cukup membuatku terperangah dan sedih. Bagaimanapun itu adalah keputusannya. Bahkan dia mengajakku untuk mengunjunginya di tempat barunya itu someday.

Wisnu sudah agak lama tak menampakkan dirinya. Hampir setengah tahun aku tak pernah mendengar kabarnya dan tak diketahui dimana rimbanya. Tahun lalu di bulan Desember 2006, aku bertemu dia di Jakarta selepas menunaikan haji. Setelah itu, aku tak lagi mendengar kabarnya. Terakhir aku mendengar kalau dia lagi berada di Indonesia. Tapi, alhamdulillah aku dipertemukan kembali dengan Wisnu di Westall saat iktikaf sebulan yang lalu. Dia nampak lebih tenang dibanding dulu. Mungkin derajat keimanannya semakin kuat. Banyak orang senang dengan sahabatku ini karena kepandaiannya dalam ilmu pijat. Sudah tak terhitung berapa banyak yang sembuh di tangannya. Alhamdulillah. Kepergiannya ke Perth agak menyentakku. Aku hanya bisa berdo'a kepada Allah agar selalu dimudahkan dan diberikan limpahan rejeki di tanah baru. Sambil bercanda aku bilang, "Wisnu, mudah-mudahan kau dapat jodoh yang sholihah di Perth!"

Tentang Ayman yang sekarang, dia lebih nampak ceria dengan anak istrinya. Beberapa kali aku tanya kabarnya. Dia selalu menceritakan sedang berkumpul dengan sang anak dan istri tercinta. Tentunya aku sangat bahagia mendengar hal itu. Bahkan beberapa waktu lalu selama lebih dari satu bulan Ayman beserta keluarga berlibur ke Indonesia mulai dari Medan, Malaysia, Singapura, dan berakhir ke tanah penuh kenangan, Denpasar! Banyak cerita yang dia bagi denganku. Selama di sana dia menikmati betul liburannya dan sering menyempatkan diri telepon kepadaku sekedar berbagi cerita tentang apa yang dia alami selama berlibur. Aku balas dengan canda dan gurauan yang membuat kupingnya merah, misalnya, "Hebat... bulan madu dengan istri di Indonesia! Pasti si Jack saat ini lagi disuruh beli permen di Kuta biar gak ngegangguin bapak dan ibunya." Aku akui, akhir-akhir ini aku memang sedikit nakal ke Ayman. Aku sering tak mau dijemput olehnya karena aku ingin agar dia bisa lebih dekat dengan anak dan istrinya. Aku tak mau banyak orang yang menilai bahwa aku membuat seorang suami tak lagi bertanggung jawab kepada istri dan keluarga gara-gara harus sering bepergian denganku. Aku ingin menjaga perasaanya yang sering sedih ketika mendengar orang lain tak begitu suka jika dia terlalu dekat denganku. Aku paham tentunya hal ini sangat menyakitkan Ayman, namun aku ingin agar Ayman bisa bebas dari banyak fitnah karena terlalu dekat menjadi kawan karibku. Ah, lagi-lagi hidup memang demikian adanya.

Mungkin Ayman tersinggung dengan apa yang kulakukan, meski aku lakukan untuk kebaikan dia. Oh iya, dia bilang akan memberikan kenang-kenangan kacamata hitam buatku. Aku ucapkan terima kasih tak terhingga. Namun untuk menemukan waktu agar kami pergi bersama serasa sulit di penghujung hari ini. Aku akui aku harus menata waktuku kembali. Apapun kisahnya, yang jelas bahwa hal yang paling berharga dalam hidupku adalah aku dipertemukan dengan banyak orang baik di negeri ini. Semoga Kau karuniakan limpahan berkah dan curahan rahmat-Mu ya Allah kepada kawan-kawan baikku ini. Selamat tinggal Ayman dan selamat tinggal Wisnu. Aku tetap akan menorehkan nama kalian dalam lembar batinku...

Melbourne, 13 Februari 2008


Melbourne,

No comments: