Sunday, January 13, 2008

Makna Kelahiran


Hari Kamis, 3 Januari 2008, jam 19.30, Azieta Mayyazah Asma Ali-Rahman terlahir ke dunia ini di rumah sakit MMC (Monash Medical Centre). Hadiah Tuhan yang jatuh ke pangkuan dua orang kekasih, Ali dan Leni adalah sebuah titipan yang paling berharga dalam hidup mereka. Bayi perempuan mungil yang menurut orang tuanya dipanggil Zita terlihat sehat dan berambut indah. Tinggi 50 cm dan berat badan 2,9 kg. Zita lahir normal, meski kelahirannya dirasa sangat tiba-tiba bagi pasangan Ali dan Leni.

Masjid Westall rame dengan acara penyambutan warga baru dunia ini. Ahad, 13 Januari 2008 jam 7.30pm waktu Melbourne acara akikah dilaksanakan. Seekor kambing pun dijadikan qurban bagi menciptakan aroma kebersamaan di malam itu disamping menanamkan jiwa pengorbanan yang tulus bagi diri Azita. Bacaan shalawat pun mengalun mengiringi prosesi perkenalan sang jabang bayi dengan para tamu. "Yaa Nabi salaam 'alaika... yaa Rasul salaam 'alaika, yaa habiib salaam 'alaika, shalawaatullaah 'alaika...." (Wahai Nabi, salam sejahtera kami sampaikan untukmu, wahai utusan Allah, salam sejahtera kami sampaikan kepadamu, wahai sang kekasih, salam sejahtera kami sampaikan kepadamu, dan pujian Sang Khaliq tercurah untukmu) seolah memenuhi ruangan masjid dan menjejali rongga jiwa bayi mungil itu. Seolah sang bayi diajarkan tentang indahnya kebersamaan dan indahnya cinta kepada sang Nabi.

Kelahiran, jodoh, dan kematian adalah untaian takdir yang tak pernah disadari dan tak akan bisa direncanakan oleh manusia. Kehidupan ini terlalu kompleks dengan berbagai tumpukan peristiwa. tak ada sesuatu yang dicari manusia dalam kehidupannya kecuali kebahagiaan. Kelahiran memiliki dua wajah, yakni wajah kebahagiaan bagi sang orang tua yang diberi amanat, dan wajah kontinuitas kehidupan yang akan mengukir lembar-lembar kisah manusia. Betapa bahagia sang orang tua ketika bisa menimang sang buah hati. Cinta adalah refleksi suci yang ditumpahkan ke dalam sanubari hamba Allah. Cinta adalah secuil percikan watak Allah yang ditabur di atas hamparan dunia ini. Kelahiran adalah peristiwa yang bisa dipahami sebagai inti kehidupan ini, yakni kebahagiaan, cinta, dan keberlansungan hidup.

Banyak hamba Allah yang belum mampu memahami hakikat cinta. Muara cinta adalah penghambaan totalitas kepada Allah SWT. Sebuah rumah tangga yang dibangun tanpa cinta, maka warna penghambaan kepada Allah pun musnah. Yang ada hanyalah penghambaan kepada materi dan birahi. Kedua pihak, istri dan suami, tak akan mampu mengarungi biduk kehidupan menuju muara penghambaan kepada Sang Khaliq andai hakikat cinta tak pernah dipahami. Jika sebuah rumah tangga dibangun berdasarkan pemahaman kita terhadap pesan-pesan suci Sang Pencipta dan nasihat-nasihat bernas sang utusan Allah, maka cinta yang dibangun akan dijiwai oleh sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih). Ikatan batin suami-istri akan sangat kokoh dan tak akan putus bila cinta kepada Allah menjadi jiwa kehidupan rumah tangga.

Kehidupan ini adalah misteri yang penuh kejutan. Ada orang-orang yang menemukan tambatan hatinya dalam usia dini. Ada pula orang yang baru menemukan "the rightest choice" ketika meniti usia senjanya. Bahkan ada lagi yang belum menemukan tambatan kasihnya hingga mata terpejam selamanya. Bagi yang terakhir ini, mungkin Allah sediakan sang kekasih di sorga kelak. Seseorang memutuskan untuk melabuhkan cintanya kepada seseorang dikarenakan empat hal, menurut Nabi, kondisi fisiknya, kondisi materinya, kondisi genealogisnya, dan kondisi agamanya. Syukur-syukur kita mendapatkan empat hal tersebut pada diri seseorang. Sayang, Allah tidak banyak menciptakan manusia empat dimensi ini. Sorotan rasul dalam menentukan jodoh adalah faktor agama. Spiritualitas dan keislaman adalah prioritas yang tak bisa ditawar! Kenapa demikian? Rasul menginginkan agar cinta suami-istri hanya dibangun berdasarkan muara ilahiah bukan yang lainnya. Cinta diciptakan agar suami-istri mampu menggapai ridlo Allah SWT.

Sakinah (ketenangan batin) hanya dapat direngkuh hanya melalui tingkat keimanan yang mapan. Gempuran masalah seperti apapun akan musnah andai hati keduanya dilumuri dengan manisnya iman. Keduanya secara otomatis akan paham makna menghormati satu sama lain. Keduanya akan paham makna melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak suami-istri andai agama dijadikan landasan. Bukan egoisme dan hidup tanpa arah. Rindu yang bergetar kuat antara kedua insan Allah ini tak akan langgeng andai nilai-nilai agamis tak terefleksikan kehidupan sehari-harinya. Bukankah terlalu banyak kita saksikan egoisme dan individualisme menjadi nyawa kehidupan pasangan-pasangan modern? Bukankah pernikahan hanya dipandang sebagai sarana mencitrakan status sosial belaka? Bukankah pernikahan sering dipahami sebagai penghalalan hubungan kelamin belaka?

Di akhir refleksiku, aku berharap bahwa cinta suami-istri dapat dibangun melalui penghambaan kita kepada Allah SWT. Kelahiran adalah salah satu produk dari letupan cinta. Wariskan hakikat cinta kepada generasi mendatang, yakni generasi yang hidup bukan di zaman kita. Tantangan ke depan semakin menakutkan. Bagi kitalah untuk mengajarkan makna cinta yang sebenarnya di saat banyak media mengajarkan cinta sebatas hubungan kelamin belaka.

Melbourne, 14 Januari 2008

No comments: